Data Kementerian Investasi/BKPM mencatat, realisasi investasi Indonesia sepanjang kuartal II/2022 mencapai Rp302,2 triliun, tertinggi dalam satu dekade terakhir. Hal ini merupakan kabar baik bagi Indonesia yang gencar ingin menjadi negara maju. Sebab dengan hadirnya investasi, PDB meningkat.
“Kontribusi sektor industri yang memberikan nilai tambah, khususnya industri pengolahan terkait hilirisasi tambang, industri makanan, industri kimia dan farmasi yang cukup signifikan terhadap angka realisasi investasi dalam beberapa kuartal terakhir merefleksikan transformasi ekonomi di Indonesia terus berlangsung. Kondisi ini sekaligus menunjukkan proses industrialisasi juga tumbuh,” papar Menteri Bahlil.
Sektor-sektor yang turut berkontribusi tertinggi dalam realisasi industri adalah logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar 42 persen dari total investasi. Disusul kemudian sektor pertambangan. Boleh dikatakan, industri logam dan pertambangan berperan besar sebagai investor Indonesia.
Hadirnya investor tak hanya memengaruhi neraca pendapatan negara, namun juga teknologi mutakhir yang diboyong ke Indonesia. Selain itu, ada pula transfer of knowledge dan skill dari pekerja asing yang juga diserap oleh pekerja dalam negeri. Semua hal tersebut berguna bagi Indonesia ke depannya agar lebih berdikari dan maju.
Dengan teknologi yang mutakhir dan pekerja yang makin kompeten, Indonesia kini tak sekadar menjual mineral dalam bentuk mentah. Namun dalam bentuk siap pakai atau siap olah, membanggakan! Semua hal tersebut berguna bagi Indonesia ke depannya agar lebih berdikari dan maju.
Bisa dibayangkan jika nantinya kesuksesan Indonesia tersebut mendadak hilang begitu saja karena investor hengkang dari Indonesia. Apalagi Indonesia kini sedang berlari untuk percepatan ekonomi.
Jika hal ini terjadi, pastinya akan menjadi momok bagi masyarakat dan negara. Ditambah lagi, berbagai masalah pada regulasi investasi tambang Indonesia yang sampai saat ini dinilai tak aman bagi investor maupun pebisnis tambang. Minimnya kepastian hukum, regulasi yang tidak konsisten, serta tak adanya jaminan jangka panjang dalam berinvestasi secara nyaman dan aman adalah alasan yang sering investor alami di Indonesia.
Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo, memaparkan kalau investasi bukan sekadar kondisi saat ini. Hal utama yang harus dipikirkan adalah kesempatan bisnis jangka panjang, harga stabil, kepastian huku, dan kondisi regulasi investasi tambang.
Pemerintah bahkan mengamini masalah tersebut. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Minerba ESDM, Ridwan Djamaluddin, pada Oktober 2021. Ia memaparkan bahwa aspek kenyamanan serta iklim investasi di Indonesia sedang digenjot oleh pemerintah. “Artinya masih kurang, masih ingin lebih banyak. Salah satunya penyebabnya adalah kondisi ketidakpastian regulasi. Kami sedang mengupayakan agar tidak berubah-ubah,” jelasnya.
Perlu diingat, waktu tetap berjalan dan bisnis juga terus beroperasi. Terutama industri tambang yang setiap harinya harus memenuhi pasok kebutuhan produksi. Sebenarnya, apa betul pemerintah memerhatikan ketidakpastian regulasi investasi tambang tersebut, ya?
Momok berlebih yang menjadi ketakutan saat ini adalah ketika satu atau dua investor tambang nantinya memutuskan untuk hengkang dari Indonesia gegara regulasi investasi tambang yang labil. Tentu ini jadi masalah besar. Bayangkan jika satu dua perusahaan tersebut kemudian diikuti oleh investor atau perusahaan yang lainnya? Akan jadi double-attack problem, bukan?
Jangan sampai hal ini menjadi bom waktu yang mengubah neraca stabilitas ekonomi masyarakat bahkan negara. Pemerintah patut mengingat bahwa Indonesia baru saja ‘bangkit’ dari krisis dunia. Jangan sampai, regulasi investasi tambang yang gamang ini merugikan rakyat hingga negara.