Setelah kasus pencabutan IUP pertambangan yang dinilai labil oleh masyarakat serta pengusaha tambang, kini waswas sedang menghampiri pebisnis tambang lagi. Sebab, kasus tumpang tindih lahan di Indonesia makin eksis. Kasus ini erat kaitannya dengan IUP pertambangan yang seharusnya dikelola dan diatur sedemikian rupa oleh Kementerian ESDM.
Gegara kasus tumpang tindih lahan pertambangan di Indonesia, banyak pengusaha tambang resah. Termasuk pengusaha batu bara. Pada tahun 2020 saja, Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) melalui direkturnya, Hendra Sinadia, berujar bahwa kasus tumpang tindih lahan di Indonesia dikarenakan beragam faktor. Seperti, koordinasi pemerintah pusat dengan daerah ketika menerbitkan izin tambang yang belum berjalan baik.
Hendra menyampaikan bahwa eksistensi tumpang tindih lahan menjadi bukti bahwa tata kelola perizinan dan pengelolaan itu penting. Jika dalam hal ini masih bermasalah, tentu jadi pekerjaan besar bagi seluruh pihak terkait.
Tumpang tindih tak hanya terjadi antar pengusaha, namun juga pada rakyat. Contohnya seperti kasus di Papua. Rupanya, aktivitas penambang emas di kampung Wasirawi Distrik Masni kabupaten Manokwari bertumpang tindih dengan tanah warga pemilik ulayat alias tanah adat di Papua.
Selain bersinggungan dengan rakyat, tumpang tindih lahan juga tejadi pada lahan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Holding BUMN Tambang, MIND ID, pada September 2021 memaparkan kalau ada 113 ribu Ha lahan mereka yang bertumpang tindih dengan pihak lain.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia melaporkan, per 2021, terdapat 4,7 juta Ha lahan yang terindikasi bermasalah. Hal ini terjadi karena mereka belum memiliki IPPKH atau nama perusahaan di IUP tak sesuai dengan IPPKH.
Bukankah kerancuan ini bisa menimbulkan asumsi rakyat bahwa pihak “berwenang” tak kunjung mengambil langkah serius dan tegas demi memberantas tumpang tindih lahan yang selama ini menjadi momok pebisnis tambang? Sudah sejauh mana Kementerian ESDM menindaklanjuti kasus ini?
Padahal pada tahun 2021, Presiden Jokowi mengamanatkan kepada pimpinan kementerian atau lembaga terkuat untuk melakukan inventarisasi serta pengecekan IUP untuk memastikan taat atau tidaknya pelaku tambang terhadap UU. Selain itu, di Indonesia juga telah diberlakukan Kebijakan Satu Peta, tersusunnya Peta Indikatif Tumpang Tindih (PITTI), pemanfaatan ruang yang selaras dengan rencana pembangunan nasional serta Kebijakan Clean n Clean (CnC).
Namun tetap saja, kasus tumpang tindih masih (bahkan makin) eksis di Indonesia serta menjadi momok bagi pelaku bisnis tambang.
Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo, berharap pemerintah segera mengatasi masalah overlap di sektor tambang.
“Kekhawatiran investor harus terjawab dengan cepat, khususnya investor bidang pertambangan yang memerlukan dana besar dan risiko relatif tinggi,” tutur Singgih kepada Katadata.co.id, Selasa (28/9/2021).
Mengamini Singgih Widagdo, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan sepakat bahwa tumpang tindih lahan masih terjadi karena pemerintah daerah masih memberikan izin usaha tambang, serta kurangnya koordinator lintas kementerian.
“Jadi akhirnya bisa mengganggu investasi di sektor pertambangan. Selain itu juga mengganggu investasi di sektor yang lain yang berhubungan dengan sektor ini,” ujar Mamit.
Tak sekadar menerima investasi sat set sat set, pemerintah juga harus membentuk iklim investasi yang nyaman dan aman bagi investor. Sebab, semua sama-sama paham bahwa investor, baik dari luar negeri atau dalam, semuanya turut berkontribusi terhadap PDB Indonesia untuk mengerek ekonomi Tanah Air.
Jika iklim investasi tak membuat nyaman dan aman, bukan tidak mungkin, investor nantinya akan kabur ngibrit pergi dari Indonesia. Begitu juga dengan calon investor yang hendak menanamkan modal di sini.
Kalau sudah begitu, negara, perusahaan hingga masyarakat akan rugi besar. Sebab, semuanya tak mendapatkan manfaat dari kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Perlu diingat, Indonesia hendak menjadi negara maju. Sudah sepatutnya, kan, kita mendukung? Bagaimana menurutmu?