JAKARTA, KOMPAS.com – Dugaan curi start kampanye kini tak lagi berupa baliho dengan pemasangan nomor urut, logo partai, dan citra diri di kawasan umum.
Masa kampanye baru dimulai per 28 November 2023 nanti, tetapi sebagian pihak mulai berani untuk umbar janji politik yang dianggap tak berbeda dengan program atau visi-misi yang seharusnya merupakan unsur kampanye.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, misalnya.
Tokoh yang dideklarasikan sebagai bakal calon presiden oleu Gerindra, Golkar, dan PAN itu menjanjikan program makan siang bergizi dan susu gratis untuk anak sekolah.
Programnya itu ia sampaikan dalam pidato politik saat Konsolidasi Pemenangan Partai Bulan Bintang di Padang, Sumatera Barat.
“Selanjutnya kita harus, rencana kita memberi makan siang dan minum susu gratis untuk semua murid di sekolah negeri, sekolah swasta, pesantren, anak-anak balita dan bantuan gizi untuk ibu-ibu hamil,” kata Prabowo dikutip dari siaran live YouTube Gerindra TV, pada Minggu (10/9/2023).
Seandainya terpilih menjadi presiden RI, program pemberian makan siang dan susu gratis untuk anak sekolah sudah dihitung dengan matang oleh tim pakar ekonominya.
Asalkan rakyat bisa memenangkan dirinya, Prabowo berjanji untuk membuat banyak “kebijakan yang berpihak pada rakyat”.
Bukan hanya Prabowo. Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda menyampaikan janji naiknya dana desa hingga Rp 5 miliar, BBM dan sekolah gratis, subsidi pupuk, sampai tunjangan ibu hamil jika ketua umum mereka, Muhaimin Iskandar menang Pilpres 2024.
Saat ini, Muhaimin dideklarasikan Partai Nasdem dan PKB sebagai bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024.
Video yang memperlihatkan Huda sedang menyampaikan hal itu beredar di berbagai lini media sosial pada Kamis (7/9/2023) lalu.
Lantas, bagaimana aturannya?
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kampanye pemilu didefinisikan sebagai “kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu”.
Kemudian, di dalam Pasal 69 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye, partai politik peserta pemilu dilarang melakukan kampanye sebelum masa kampanye dimulai pada 28 November 2023.
KPU menyampaikan, dalam Pasal 79, sebelum masa kampanye, partai politik peserta pemilu hanya diperbolehkan melakukan sosialisasi dan pendidikan politik.
Namun, sosialisasi itu hanya bersifat internal.
Dalam sosialisasi secara internal tersebut, partai politik hanya diperbolehkan memasang bendera secara internal dan menggelar pertemuan terbatas secara internal dengan terlebih dulu memberi tahu KPU dan Bawaslu.
KPU juga melarang sosialisasi dilakukan di tempat umum atau dengan menyebarkan bahan kampanye/alat peraga dan menggunakan media sosial.
Sementara itu, Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 Ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta”.
Kompas.com meminta tanggapan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran-Data Informasi Bawaslu RI Puadi.
Namun, keduanya belum merespons permintaan wawancara hingga artikel ini disusun.
Bawaslu dituntut bergerak
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa menilai, Bawaslu RI perlu memanggil pihak-pihak terkait yang melakukan curi start kampanye dengan mengumbar visi-misi dan program.
“Dalam UU disebut unsur kampanye itu di antaranya adalah visi, misi, program, dan citra diri. Apa yang disampaikan 2 tokoh jadi bisa dikategorikan sebagai program yang mereka janjikan kepada pemilih jika nanti terpilih,” kata perempuan yang akrab disapa Ninis itu kepada Kompas.com, Senin (11/9/2023).
Meski telah mengantongi dukungan maju Pilpres 2024 dari koalisi masing-masing, Muhaimin dan Prabowo memang belum sah menyandang predikat bakal capres maupun cawapres karena pendaftaran belum dibuka KPU.
Akan tetapi, Ninis menegaskan, status Muhaimin dan Prabowo sebagai ketua umum partai politik masing-masing tidak dapat diabaikan dalam konteks ini.
Terlebih, sejak tahun lalu, PKB dan Gerindra ditetapkan secara resmi sebagai partai politik peserta Pemilu 2024 dan memiliki nomor urut.
Ini artinya, keduanya bisa dianggap sebagai subyek hukum untuk diperiksa berdasarkan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye maupun UU Pemilu itu sendiri.
“Bawaslu punya peran untuk memperdalam statement dari bacapres dan bacawapres tersebut,” kata Ninis.
Pemanggilan keduanya oleh Bawaslu dianggap bukan hanya untuk menegakkan aturan, melainkan juga mengirim pesan kepada peserta pemilu lain bahwa masih terdapat batasan-batasan bersikap sebelum masa kampanye dimulai per 28 November 2024 nanti.
“Bawaslu bisa memanggil. Walaupun nanti tindak lanjutnya bukan dalam bentuk sanksi, tapi setidaknya ini menunjukkan kepada yang lain juga bahwa belum boleh kampanye saat ini,” ujar Ninis.
“Karena dari dulu Bawaslu tidak pernah mendalami kasus-kasus seperti ini, akhirnya seperti ada pembiaran. Apalagi kalau memanggil kapasitas mereka sebagai ketum partai, itu sudah bisa karena parpol peserta pemilu sudah ditetapkan sejak Desember 2022,” kata dia.
Namun, pengamat politik Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti pesimistis Bawaslu RI bakal mengambil tindakan.
Bawaslu dinilai sudah punya rekam jejak negatif terkait kasus-kasus curi start kampanye yang membuat kasus itu menguap dengan mudah.
“Bawaslu hanya berpatokan pada kata ajakan memilih. Selama tidak ada ajakan itu, Bawaslu tidak mengategorikannya sebagai pelanggaran pemilu,” ujar Ray kepada Kompas.com, Senin (11/9/2023).
“Selama Bawaslu berpatokan pada definisi ini, maka selama itu pula tidak ada pelanggaran pemilu. Karena hal itu belum masuk kategori kampanye dini, di luar jadwal, terselubung, atau nama lainnya,” kata dia.
Ray menegaskan bahwa sebetulnya ada banyak kasus yang bisa dikategorikan sebagai curi start kampanye, tetapi Bawaslu memilih pendekatan yang lebih longgar dengan berpatokan pada “ajakan memilih” sebagai unsur yang harus dipenuhi untuk menyatakannya sebagai pelanggaran kampanye.
Ambil contoh, Bawaslu memperbolehkan siapa pun untuk memasang atribut di kawasan-kawasan publik asalkan tidak ada ajakan memilih.
Hal itu dianggap bagian dari pendidikan dan sosialisasi peserta pemilu. Padahal, merujuk Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye, partai politik peserta pemilu hanya diperbolehkan melakukan sosialisasi dan pendidikan politik.
Namun, sosialisasi itu hanya bersifat internal.
Ray menegakan, ini bukan soal definisi, melainkan soal cara pandang Bawaslu yang dinilai kelewat tekstual mengartikan pelanggaran kampanye.
“Mereka lebih senang mencari pasal-pasal yang memungkinkan mereka tidak menindak peristiwa daripada mencari pasal yang memungkinkan mereka mengutamakan kualitas pemilu. Dengan situasi seperti ini, maka jangan berharap sesuatu yang lebih,” kata Ray.
“Model ini saya sebut sebagai pengawasan bibir. Semua berakhir justru saat Bawaslu mengomentari peristiwa yang dimaksud. Pengawasannya sebatas dikomentari. Lalu dinyatakan tidak ada pasal yang dilanggar,” ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Politisi #Mulai #Umbar #Janji #Sebelum #Masa #Kampanye #Mana #Bawaslu #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli